Beberapa kali belakangan ini saya sering dapat email dari Medium. Isinya tentang daily-diggestnya yang berisi artikel-artikel menarik dan berkualitas dari member Medium di berbagai penjuru dunia. Dan dari sini saya mulai mengerti betapa pentingnya menulis.
Sekitar dua bulan lalu saya mencoba mendaftarkan akun Medium, sebuah platform open publishing, yaitu semua member yang ada dapat menulis ide mereka dan mempublishnya secara independen yang kemudian dapat dishare dengan teman, kolega, dll. Tidak hanya itu, Medium menyuguhkan fitur tambahan yang mana pembaca dapat mengutip dan menandai sebagian teks dari artikel tersebut untuk kemudian kutipan itu (atau lebih populer dengan quote) dapat dengan mudahnya dibaca dan dikomentari oleh orang lain. Walaupun terlihat sepele, bagi para penulis buku, atau yang suka mengutip kata-kata bijak akan sangat terbantu dengan fitur ini karena kita dapat secara langsung mengetahui dari literatur mana kutipan itu berasal, tidak hanya berupa sepenggal kutipan teks saja. Fitur ini juga yang membuat saya tertarik dengan platform yang satu ini dan mencoba untuk menulis geje.
Kenapa Judulnya Begitu?
Mungkin saya sudah terlalu ngalor-ngidul nulis hal yang tidak nyambung dengan judul di awal tadi. So here’s what I meant…
Intinya, saya nggak akan membahas soal Medium, tapi lebih kepada tujuan kita menulis, terutama bagi teman-teman seprofesi, ilustrator/ desainer grafis atau kita sebut saja pekerja kreatif. Untuk seorang pekerja kreatif, kerjaan yang mereka tekuni tiap harinya erat kaitannya dengan kesenian. Kalau jaman sekarang sudah banyak yang berani bekerja freelance, dengan begitu waktunya akan semakin fleksibel sefleksibel celana kolornya yang dipakai ngantor. Dengan waktu yang fleksibel dan lebih memungkinkan untuk meluangkan waktu dengan sendirinya, rasanya sayang sekali jika waktu kita tidak kita manfaatkan, mungkin membantu ibu bebersih rumah, mengantar istri yang mau ngantor, atau berbagi ilmu, pengalaman atau tips trik/ tutorial seputar profesi yang kita mahir didalamnya, salah satunya dengan cara menulis. Karena mungkin ada yang masih mempunyai mindset…
Loh mas, saya kan ilustrator? Ya kali nulis mas.
Ketika saya men-scroll email yang panjang dari Medium, saya terkejut, tercengang dan menganga… Ya kira-kira begitu, karena beberapa dari artikel di email tersebut sering berasal dari seorang pekerja kreatif, bahkan seorang developer software/ web yang sering diimplikasikan di meme dengan kalimat, “I’m programmer, I have no life.”.
Mereka bahkan tidak hanya menshare seputar kreatifitas, tapi lebih sering ke problem solving kehidupan, yang saya rasa cara mereka dalam meng-solve problem itu juga sangat kreatif. Tidak hanya satu dua artikel, bahkan satu akun Medium ada yang sudah mempublish puluhan artikel. Pada akhirnya saya sadari bahwa dunia pekerja kreatif tidak 100% benar dengan tulisan-tulisan di meme tadi yang menggambarkan bahwa mereka tak punya kehidupan.
Ada satu role model, yaitu seorang komikus, yang masih saya elu-elukan sampai sekarang terkait bagaimana dia membagi ilmu dalam bentuk tulisan. Kadang singkat walaupun dalam bentuk status Facebook, kadang panjangnya minta ampun. Yang jelas sepanjang apapun, tidak pernah membuat mata saya lelah membaca dan penasaran dengan apa yang akan dibagi selanjutnya. Lugas, simpel, nyata dan worth to share. Sebut saja namanya, Sweta Kartika, pencetus karya fenomenal bagi para remaja pecinta komik, Grey & Jingga, Wanara, Nusantaranger, dan beberapa komik lain yang terlalu banyak saya sebutkan disini.
Intinya siapapun yang punya profesi wajib untuk belajar menulis. Entah apapun itu, bahkan yang tidak ada hubungannya dengan karya tulis/ literatur.
Manfaatnya Gan?
Berikut beberapa manfaat menulis yang saya dapatkan dari pemikiran saya sendiri dan beberapa dari sumber lain yang saya anggap ngena banget buat jadi alasan menulis.
-
Berbagi ilmu
Apa lagi alasan utamanya kalau bukan berbagi ilmu? Ilmu yang kita punya dan segudang pengalaman yang lalu dalam kita bekerja akan sangat bermanfaat untuk teman-teman yang baru berangkat dalam profesi yang sama. Coba rasakan kebahagiaan yang berlipat ganda ketika ilmu kita dapat digunakan bahkan dikembangkan oleh orang lain, bahkan bisa bermanfaat untuk kehidupannya. Lagipula dengan membagi ilmu, kita jadi tahu seberapa dalam ilmu yang kita kuasai, sehingga diri kita akan lebih terpacu untuk menambah ilmu baru untuk tulisan-tulisan berikutnya. Aseek -
Sebagai dokumentasi
Pernah nggak merasa ilmu kita menguap sia sia seiring berlalunya waktu? Atau lebih tepatnya kita lupa dengan apa yang sudah kita lakukan untuk menangani sebuah masalah mungkin. Ketika mendokumentasikan pengalaman ke dalam tulisan secara langsung kita juga menyimpannya untuk di kemudian hari dapat dibaca lagi. Sebagai nilai plusnya, kita juga bisa membaginya ke teman-teman. Jadi berasa lagi deh manfaatnya. -
Melancarkan berbahasa
Awal-awal saya mencoba menulis, tepatnya beberapa hari lalu :p, saya sering sekali mengulang-ulang kata yang sama untuk membentuk satu paragraf. Sampai saya berfikir,”Hmm.. emang dasarnya ngga bakat nulis”. Seiring waktu, dengan memperbanyak membaca artikel orang, saya mendapat kosa kata dan tatanan yang baru untuk menyusun kalimat yang epic. Dari situ saya mendapat ilmu bagaimana menggunakan gaya bahasa yang natural dan lugas, mudah dipahami dan baik untuk otak. Loh? -
Sebagai stimulan diri untuk bercermin
Menulis artikel, cerita, tips trik, atau berbagai jenis literatur lainnya menurut saya dapat menjadi stimulan untuk merefleksi diriselain menulis status galau di medsos. Awalnya saya kira menulis sama halnya dengan mengerjakaan soal matematika yang jawabannya sudah pasti. Ternyata tidak demikian. Kalau pekerja kreatif seperti desainer dan ilustrator mengandalkan sense mereka untuk menggambar atau mendesain, menulispun ternyata juga membutuhkan itu. Dari sense itu, biasanya dapat membentuk gaya bahasa yang berbeda-beda. Seorang introvert akan berbeda dengan seorang ekstrovert ketika menulis. Watak, hal ini yang akan kita cerminkan dari tulisan kita. Setelah selesai meluapkan semua ilmu yang ada di otak, kita bisa menilai diri hanya dengan membacanya ulang. Apakah gaya bahasanya kalem, sopan, pilihan katanya formal, atau malah meledak-ledak, frontal, tok slorok antem boto? Dari sini kita dapat menilai, apakah sudah baik atau ada yang masih harus diperbaiki dari mindset kita. -
Media bertukar pikiran
Seperti katak dalam batok.Maklum ya, saya orang Jawa, lebih memilih kosa kata yang gampang daripada yang rumit, meski cuman beda satu suku kata.Itu gambaran bagi orang yang tidak mau membuka pikiran. Tentunya kita nggak mau kan jadi katak? Apa lagi di dalam batok? Nah, dengan berbagi artikel yang kita tulis ini akan membantu merefleksi diri dengan menerima komentar-komentar dari pembaca. Ingat kan poin sebelumnya di atas? Sehingga, insya Allah kita akan tahu apa yang masih kurang dengan pemikiran pribadi kita dan sadar sehingga kita akan lebih bisa openminded. Bahkan kita bisa mengambil manfaat dari komentar-komentar yang membangun.
Nah, itu beberapa hal yang bisa saya bagikan tentang seberapa pentingnya belajar menulis sekaligus manfaatnya. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk para pembaca budiman. Terutama bisa lebih mendorong teman-teman seprofesi untuk tidak takut menulis, karena menulis itu semenyenangkan menggambar dan mendesain dan pakai imajinasi juga. ;)
Akhir kata, saya ingin mengutip sebuah kalimat dari Mas J a.k.a Jaya Setiabudi dalam salah satu milisnya…
Sebaik-baiknya tulisan adalah yang keluar dari hati, difilter dengan pikiran yang jernih, disampaikan dengan bahasa kaumnya.
Salam, Abdurrahman Al Hanif
Comments